Seks Ngentot Saudara
Cerita mesum Aku akan memulai dai awal bagaimana semuanya terjadi, percaya atau tidak bahwa segala sesuatu yang kualami ini bukan mengalami hambatan atau rintangan sama sekali, hal yang membuatku sendiri heran bila memikirkannya. Awalnya 15 tahun yang lalu saat saya masih berumur 12 tahun.
Kami besar dari keluarga berada, keseluruhan saudaraku ada 5 orang. Nomor satu & dua laki-laki sedangkan yang ketiga perempuan. Kak Risa nomor empat dan aku paling akhir. Sebenarnya saya lahir pada Indonesia. Hanya memang Papaku adalah pria berkebangsaan Amerika. Sedangkan Mamaku asli orang2 Indonesia.
Waktu aku uzur 12 tahun, kami sedang tinggal di Indonesia. Tapi Papaku tidak disini karena ia memang tidak hidup di Indonesia. Setahuku dulu Mamaku juga sibuk berlaku, ia bukan terlalu khawatir karena kedua kakakku yang lain sudah pas dewasa serta dianggap bisa menjaga kita. Saya maklum karena ke-2 orang-orang tuaku memang berencana mengurus kepindahan kami semua ke Amerika.
Sebenarnya abdi seluruh saling menyayangi wahid tentu lain. Jarang amat kulihat tersedia pertengkaran dalam antara kakak-kakakku. Tapi sejak kecil aku memang telah dekat sungguh dengan Kak Uci-uci. Memang dia yang selalu menemaniku saat saya bermain. Ya selain itu jarak umur antara aku dan kakakku yang nomor tiga sangat jauh sekitar 8 tahun. Kak Risa kadang amat sayang padaku, hampir tiap kali saya selamanya dapat bermanja-manja dengannya. Sungguh, hal itulah yang membuatku luar biasa interest sekali secara Kak Risa. Bahkan kuingat seumurku waktu tersebut aku sudah biasa mulai terdapat ketertarikan beserta kakakku.
Pada awalnya saya hanya berandai-andai saja. Sebab saat itu aku yakin sekali bahwa tidak mungkin saya menjalin hubungan yang “lebih” dengan kakakku. Paling Kak Risa cuma menganggap aku adiknya aja. Meskipun sebagai adik saya selalu mendapat perlakuan istimewa darinya. Dari kecil aku dan Kak Risa benar-benar tidak pernah berpisah, kamar kamipun jadi satu.
Sebenarnya saat saya berusia 9 tahun, aku sudah minta kamar otonom, tapi Kak Risa bukan setuju, alasannya sederhana, ia tidak mau pisah lubang denganku, masa itu sebenarnya adalah perihal di mana aku agak enggan berbagi, inginnya memodifikasi kamar swasembada tanpa ada yang mencampuri, tapi tidak jadi masalah, lagipula saya dulu penakut, dan aku sudah terbiasa tidur dalam pelukan kakakku.
Mungkin waktu kecil lepas aku tergolong bandel. Kalau Mama lagi tidak ada, orang rumah pasti kubuat repot dengan ulahku. Kak Uci-uci pula sering kujahili. Biasanya kalau tidur malam Kak Risa hanya menggunakan celana pada aja. Aku bukan mengerti kenapa. Padahal ruang menggunakan AC.
Seringnya saya iseng memainkan dan menghisap puting susunya. Kak Uci-uci mengetahui sesuatu itu tapi dia tidak pernah marah ataupun menegurku, paling semata-mata bilang, “Kalo mau kaya gini kenapa nggak mensyaratkan kolektif Mama aja sih? ”. Lucunya hal tersebut malah oleh sebab itu kebiasaanku. Dan sebab tidak ada yang tahu, kejadian seperti itu berlangsung terus sampai usiaku beranjak 12 tahun.
Akan tetapi makin gede aku mulai merasa bukan enak sendiri, meski kebiasaanku itu tidak oleh karena itu seksi buat Kak Risa.
Kak Risa itu orangnya tomboy Sekali. Saat dia berumur 16 tahun dia ikut beberapa bela diri. Aku tadinya bukan minat, akan tetapi Kak Uci-uci juga mengambil aku masuk beladiri. Bisa dibayangkan seperti apa-apa jadinya, gaya jalannya jadi aneh, tidak feminin. Bahwa tidak tertutup secara wajahnya yang cantik & bodynya yang bagus, cowok jelas malas dekat beserta Kak Risa. Apalagi ditambah sifat Kak Risa yang tersembunyi, serta cenderung idealis.
Selain tersebut kelihatannya Kak Uci-uci pula tidak terlalu interes membina hubungan dengan lawan jenis. Terutama setelah tiru beladiri. Tapi biar begitu aku tahu bahwa banyak pemuda cakep yang suka sama dia. & Kak Risa hanya datar sekadar menanggapinya. Soalnya saya kerap terima telepon untuk Kak Uci-uci. Dan acap amat dia tidak target tiru teleponnya. Bisa dibilang Kak Risa sangat “Untouchable”.
Tatkala umurku hampir 13 tahun, mula mulai masuk SMP, aku suka secara seorang gadis teman sekelasku. Saya sangat suka padanya, tetapi bukan berhasil mendekatinya, intinya kalah bersaing. Ketika itu perasaanku benar-benar tidak enak. Aku berusaha menghibur muncul beserta sering pergi di wisma sahabat-sahabatku. filmbokepjepang.com Di sanalah saya mulai mengenal buku-buku dan film khusus dewasa. Dalam usiaku yang sekecil tersebut aku sudah memiliki majalah luar negeri spesial gede, juga filmnya. Tidak sulit, karena nyaris seluruh sahabatku bukan orang2 Nusantara. Serta mereka amat bebas mendapatkan barang sebagaimana itu pada masa-masa tersebut.
Kak Uci-uci tahu bahwa aku mempunyai barang-barang tersebut, memang itu susahnya jika satu kamar, jujur saja Kak Risa tidak senang saya memilikinya hingga aku sempat dimarahi juga olehnya, & ia memintaku untuk membuang barang-barang itu. Apa boleh buat, bagiku kian baik benda-benda itu yang saya singkirkan daripada aku kehilangan kasih sayang Kak Uci-uci.
Meski Kak Risa telah punya penuh kesibukan dengan studi serta kegiatan sekolahnya, perhatiannya padaku tidak berubah, malah cenderung semakin berlebihan, Kak Risa semakin sering memaksaku untuk menemaninya tatkala ia sedang melakukan kegiatannya atau hilang kemanapun. Ia juga makin sering mencium dan memelukku dengan mesra, bahkan di depan umum.
Mulanya aku ngerasa bukan nyaman dengan perlakuannya tersebut, tapi lama kelamaan saya merasakan nyaman juga. Perasaanku di Kak Uci-uci muncul kembali. Kalau dulu ciumannya kutanggapi biasa saja, saat ini aku lebih senang membalasnya dengan ramah. Aku pun mulai tenteram memberikan perhatian lebih di dalam kakakku itu, mungkin olehkarena itu merasa perhatiannya mendapat respon lebih dariku. Kak Risa jadi makin sayang padaku. Setengahnya kami jadi mirip orang yang sedang berpacaran, meskipun secara fisik tetap kelihatan kalau aku adiknya, dikutip dari Situs Indo Bispak.
Saya ingat malam itu ketika aku pertama kali melakukannya secara kakakku, diantaranya biasa aku bercanda beserta Kak Uci-uci di dalam lubang, saat tersebut semua orang-orang graha sudah biasa tidur, kesempatan itu biasanya sering kugunakan untuk mencurahkan isi hati pada kakakku, semua permasalahan yang kudapat hari tersebut tetap kutumpahkan padanya, dan Kak Risa selalu merespon itu semata dengan sabar & penuh pengertian, serta kadang kuakui beberapa saat terakhir Kak Risa condong over.
Kata-kata dan sikapnya luar biasa susur padaku apalagi bahwa kita hanya berdua aja serupa itu, perlakuannya tersebut sering membuat jantungku berdebar, aku sadar sepenuhnya kalau dia itu kakakku, akan tetapi aku tidak mengerti kenapa hatiku dapat bergejolak bukan karuan.
Jika tidak salah waktu tersebut Kak Uci-uci mengenakan kaos dan seluar dalam warna putih, rambutnya dibiarkan terurai. Beda dengan kesehariannya, kakakku tatkala itu terlihat sangat feminin dan cantik sekali. Aku ingat sesekali Kak Risa meraih kepalaku dan menciumiku.
Saya tidak berpikir macam-macam, cuma benar-benar aku sangat menikmati perlakuan Kak Uci-uci padaku. Sampai suatu kali Kak Risa mencium bibirku, kubalas secara ciuman mesra. Yang sesungguhnya serabutan. Aku mengetes berlama-lama meski bukan yakin berhasil, tapi karena saya menikmatinya, berhasil pula.
Kulumat bibir kakakku tersebut beserta lembut. Kak Uci-uci kelihatannya juga suka dengan ciumanku. Karena dia tentu sungguh tidak berusaha menyudahi ciuman itu, bahkan kedua tangannya semakin memelukku erat, aku mampu merasakan belaiannya pada kepalaku. Tapi sayangnya ciuman tersebut terhenti. Kak Risa menghela nafas sambil memandangku eksentrik.
“Kakak kucium lagi ya”, mendengar itu Kak Uci-uci masih diam.
Mungkin dia masih heran secara kelakuanku, memang bukan lazimnya saya membalas ciumannya datang selama itu. Tetapi tatapannya kemudian berubah ramah kemudian dia tersenyum & justru ganti menciumku lagi. Kali tersebut ciumanku mulai dari agresif. Bibir kami seolah tidak berhenti untuk baku melumat, diiringi desahan-desahan erotis daripada Kak Risa, detak jantungku menjadi semakin cepat. kucoba mendorong Kak Risa agar merapat ke dinding. Kemudian kuciumi jenjang leher kakakku. Tanganku yang dari tadi pasif sekarang start menguji melakukan eksplorasi kesana kemari.
Sementara bibirku masih berkonsentrasi di sosial Kak Uci-uci, tanganku telah menyusup ke di keonaran putihnya, serta tanpa kesulitan aku langsung bisa menemukan buah dada Kak Risa yang tidak tertutup oleh bra kolektif sekali, menurutku untuk ukuran putri yang hampir 17 tahun, buah dada Kak Risa tergolong sedang besar, tentu saja aku sudah kerap melihatnya, sebab sampai ketika itu abdi masih acap mandi bersama. Aku mencoba meremasnya beserta lembut. Kak Risa tampak menggeliat dan sesekali mendesah.
Perlahan kunaikan kaos tersebut supaya bukan menghalangi tetek Kak Uci-uci. Dan demikian buah dadanya terlihat, tanpa basa-basi sinambung kuhisap putingnya yang berwarna merah muda itu & kuremas dengan bibirku. Saya benar-benar menikmatinya seperti bayi yang sedang menyusu. Sesaat kutanggalkan kaosku, pula serawal pendekku. Kemudian kupeluk tubuh Kak Risa serta makin kuat kuhisap klitoris susunya, sewaktu-waktu kumainkan putingnya dengan lidahku, kemudian kuhisap lagi.
Karena terlalu enjoy, saya tidak tahu bahwa ternyata Kak Risa sudah menanggalkan kurusuhan putihnya. Sehingga saat dia memelukku sanding, tubuhku benar-benar bersentuhan secara jasad kakakku, dan bisa kurasakan uci-uci kakakku yang harum dan sangat halus tersebut. Lama sekali aku mereguk susu kakakku itu dengan bergantian, Kak Risa kendati seolah tidak rencana melepaskanku ia justru menekan kepalaku kuat-kuat pada ekses dadanya.
Tubuh kami sudah basah semua oleh keringat. Datang detik itu saya tetap ragu untuk melaksanakan seks beserta kakakku. Kadang mulanya seluruh ini kupelajari daripada semata majalah & film yang kulihat, tetapi lama kelamaan naluriku mulai berinisiatif. Sebab masih terbang pikiran aku coba untuk menciumi bingkai kakakku lagi. Sama sebagaimana sebelumnya, Kak Uci-uci membalas ciuman itu dengan amat susur. Dengan memberanikan bangun saya membisikan sesuatu di telinga Kak Risa.
“Kak, mampu aku lepas celana dalammu? ”.
Kak Uci-uci terkaan terkejut.
“Kamu mau apa dek..? ”.
Aduh aku jawab gimana ya.
“Aku mau jilatin vagina kakak”.
Karena semak hati kata-kata tersebut keluar secara asal serta pelan amat. Aku takut. Kupikir tentu terkakak-kakak hendak marah dan ia bukan bakalan target.
“Ih, nakal”.
Jawab Kak Risa spontan, Kak Uci-uci lalu memandangiku sambil tersenyum, wajahnya taksiran memerah. Masih beserta posisi bersandar Kak Risa melepas celana dalamnya perlahan-lahan. Slow motion itu memproduksi jantungku semakin berdetak tidak menentu.
Sebenarnya saya setengah luar biasa kenapa Kak Uci-uci sama sekali tidak nanar ketika aku memintanya berbuat hal tersebut, tapi sudahlah. Kemudian Kak Risa melebarkan pahanya. photomemek.com Mulanya aku malu untuk melihat. Untuk menutupi hal itu, kuciumi lagi bibir Kak Risa. Lalu perlahan-lahan kuturunkan kepalaku mencapai berbatas tepat lepas tempik Kak Risa. Vagina Kak Risa nyaris bukan ditumbuhi rambut.
Jadi saya mampu memandang dengan leluasa gundukan vagina Kak Uci-uci, sedianya pemandangan ini juga tidak asing lagi bagiku, tapi sedekat ini baru pertama kalinya. Kulihat tersedia cairan yang mengalir keluar dari potongan bawah tempik kakakku disertai bau yang absurd. Perlahan kubuka belahan daging yang menutupi lubang vagina Kak Risa. Dan tepat kusapu dengan lidahku daripada bawah ke atas berkali-kali. Saat tersebut tubuh Kak Risa langsung mengejang.
Dengan bibir & lidahku kupermainkan klitorisnya. Secara spontanitas ke-2 tangannya memegangi kepalaku. Saya semakin asyik menjilati tempik kakakku itu, bahkan suka-suka kuhisap sesi bawahnya. Kudengar Kak Risa berulang-ulang mendesah sambil menyebut namaku. Permainan itu luar biasa sungguh, meskipun cairan yang tampak rasanya tidak karuan, akan tetapi aku benar-benar menikmatinya.
Saat lidahku menyusup ke dalam mungkum vagina Kak Uci-uci, sebisanya kujilati bagian pada terowongan itu. Kak Risa makin terengah-engah. Nafasnya memburu bukan karuan. Lidahku pula makin liar mengobrak-abrik potongan sensitif kakakku tersebut, sehingga semua tempat di dalamnya tersapu oleh lidahku.
Setelah beberapa menit Kak Uci-uci agak mengejangkan tubuhnya. Aku merasakan lidahku dialiri zat yang hangat. Bersamaan dengan erangan keras dari Kak Risa serta pahanya yang menjepit kepalaku secara luar biasa memuaskan. Kujilati enceran itu sampai bersih, meskipun agaknya masih sama. Lantas saya naik ke atas serta kuciumi lagi Kak Uci-uci.
“Adek, kamu nakal banget gerangan? ”, ekspresi wajah Kak Risa sangat berbeda.
“Kak, aku sayang sama kakak”, Kak Risa memandangiku beserta sayu, tangannya mengusap pipiku.
“Kakak juga sayang kamu”.
Secara berani saya mengetes mengajak Kak Uci-uci untuk melakukan hubungan kelamin denganku.
“Kak, boleh aku melakukannya tentu Kakak”.
Kak Risa terdiam mematung, kepalanya tertunduk untuk beberapa tatkala. Suasana benar-benar hening, datang nafas kamipun terdengar sangat jelas.
Sesudah itu dia balik memandangku sambil bertanya, “Kamu tetap mau melakukannya Dek? ”.
Suara Kak Uci-uci amat pelan sekali. Saya tak menjawab, saya seharga tahu tatapan mata Kak Risa yang luar biasa bertentangan, aku tak dapat menggambarkannya, tetapi aku tau Kak Uci-uci rela melakukannya denganku. Langsung kulepas seluar dalamku. Kemudian aku terkaan bergeser di bawah, kulebarkan kedua kakinya. Senjataku terlihat tegak berdiri, tapi tidak sebesar orang dewasa, sedang standar standart anak 12 tahun. Kak Risa langsung menatap wajahku saat saya mengarahkan senjataku tepat dalam depan vaginanya.
“Kak..? ”, amat lagi kuminta persetujuannya.
Ia mengangguk pelan. Renek kudorong menyerap senjataku. Tapi bukan makbul, dasar tetap amatir hijau. Sampai yang ketiga kalinya. Kak Risa lantas mengait dan menahan pinggangku lalu mengarahkan vaginanya tepat pada ujung senjataku, kemudian kucoba mendorong lagi, walaupun sukar dan taksiran sakit tapi berhasil juga kumasukkan semua senjataku ke di vagina Kak Uci-uci, perlahan kugerakkan pinggangku.
Kedua tangan Kak Risa tampil meremasi selimut tidur kami. Desahannya mulai dari terdengar lagi, kuperhatikan Kak Risa tampak selit-belit menyesuaikan diri. Pelan akan tetapi pasti, kupercepat tempo gerakanku. Sesungguhnya saat tersebut senjataku terasa perih sungguh. Aku merasa nggak senang luar biasa. Akan tetapi erangan Kak Risa yang semakin jadi membuatku tidak berpikir lagi.
Makin kuhentakan pinggangku, dengan gerakan yang teratur, Kak Uci-uci terus menerus menghentakkan kepalanya ke kiri dan di kanan, sesekali ia meregang sambil mengerang keras. Saya sempat tegak juga jika sampai terdapat orang rumah yang terbangun, tapi untungnya kamar kita di atas dan paling ujung, agak jauh daripada kamar Mama dan kakak-kakakku yang unik. Tiba-tiba kurasakan pinggang Kak Risa pula ikut bergerak, seperti memutar, sesekali Kak Risa ikut menghentakkan pinggangnya, seperti yang dirangkum dari Situs Kaul Panas.
Aku baru benar-benar merasakan enaknya melakukan taktik itu. Beserta iseng kuremas juga risiko dada Kak Risa, dan Kak Risa merespon secara menggenggam tanganku kuat. Gerakan pinggang Kak Risa makin cepat. Kak Risa diantaranya sudah lazim melakukan hal ini. Dengan pemikiran itu maka bertambah agresif aku menghentakkan pinggangku. Tentu sekadar hal ini membuat Kak Risa mengerang semakin keras. Dari tubuhku dan Kak Risa peluh semakin mengucur deras, padahal AC di ruangan cukup dingin.
Beberapa menit lalu pergerakanku start melambat, saya seperti terkaan pusing, aku hanya sanggup menghentakkan pinggangku sesekali, kadang aku hanya diam merasai remasan dinding-dinding vagina Kak Risa. Kurasa badanku mulai lelah. Tiba-tiba Kak Uci-uci meraih tubuhku dan mendekapku erat sekali, pinggangnya menghentak beberapa periode, rasanya luar biasa. Senjataku seperti ditarik makin merasuk ke dalam, dan dilumuri cairan yang hangat, diiringi erangan pas keras daripada Kak Risa.
Saat Kak Risa melepas dekapannya, saya merasa tubuhku amat lelah sekali, olehkarena itu tidak longgar aku berguling di sisi Kak Uci-uci. Pada ketika itu aku juga ngerasa dari senjataku ada yang mau menongol. Rasanya segak sekali, segar kali tersebut aku mendapat yang seperti ini hingga akhirnya cairan itu keluar membasahi tempat tidur. Entah aku bukan ingat apa-apa lagi sesudah itu. Paginya ketika saya sadar, Kak Risa telah memeluk serta menciumiku. Kita masih pada keadaan tanpa pakaian sehelaipun.
“Kakak nggak ngira kalau Adek yang dulu sering kakak gendong bisa berbuat ini kolektif kakak”, bisik Kak Risa di telingaku.
Aku otonom setengah tidak percaya sudah biasa melakukannya beserta kakakku
“Kak.., aku cinta banget sama Kakak, aku cinta tentu Kakak”.
Kupeluk Kak Uci-uci dengan kuat. Kak Risa tersenyum & menciumku lagi.
“Kakak ngerti kok Geladak.., kakak juga sayang serta cinta sungguh sama awak, kakak cuma tidak menyangka kamu mantap secepat itu. Dan jujur aja uda seneng banget bisa melaksanakan ini kolektif kamu, Adekku sayang”.
“Tapi ayo cepet bangun, sprei ini harus segera dicuci”, lanjut Kak Risa lagi.
“Lho, memangnya kenapa? ”, tanyaku singkat.
“Kakak nggak mau bahwa bekas darah di sprei itu mencapai berbatas ketahuan Mama”, jawab Kak Risa.
Saya setengah terkejut, “Darah?, resam apa Kak? ”, tanyaku.
Kak Uci-uci tidak menjawab, ia sinambung memintaku hidup dan cepat-cepat melepaskan seprei tempat tilam kami.
Awalnya aku memang tidak mengetahui, tapi belakangan aku pertama mengerti, kalau ternyata silam itu saya telah mengambil keperawanan kakakku sendiri, dalam usiaku yang belum lagi genap 13 tahun. Bodohnya aku, seharusnya aku sudah tahu mengenai hal tersebut.
Aku oleh sebab itu merasa bersalah, berulang kali aku minta maaf padanya, walaupun Kak Risa mengakui bahwa ia sangat rela melepas keperawanannya padaku. Hanya ia tidak mengira aku bakal mengambilnya sepagi ini. Aku jadi makin sayang padanya. Sejak kejadian itu saya nggak sempat mencoba untuk mencari pacar. Karena Kak Risa telah menjadi segalanya bagiku.
Sehabis kejadian itu pula Kak Risa pula menutup diri pada pergaulannya. Secara otomatis bagi Kak Risa statusku adalah adik sekaligus kekasihnya, kehidupan abdi jadi tambah tertutup. Entah sejak saat itu sudah biasa berapa kesempatan kami melakukannya, dan rombongan kami benar-benar tidak tahu akan sesuatu itu. Lepas SMU, aku sudah bukan di Indonesia.
Aku melanjutkan studi ke Amerika. Tetapi tetap saya tak mampu berpisah dengan Kak Uci-uci. Aku meminta Kak Risa ikut denganku, walau sebenarnya Papa dan Mama tidak setuju. Tapi mereka tidak bisa apa-apa karena Kak Risa juga memaksa untuk menemaniku.
Mencapai berbatas saat segala keluargaku pindah ke Amerika pun, mereka tidak tahu tahu kalau kami telah menjalani kehidupan yang exklusif seperti suami istri. Sekarang Kak Uci-uci sudah bekerja pada satu buah bank pada kota yang sama denganku. Abdi tinggal di rumah yang jauh dari keramaian, & kami sudah sepakat untuk menjalani roh yang “tertutup” tersebut.
Lagipula sampai tatkala ini titisan kami bukan menaruh curiga sedikit pun, mungkin pola pikir mereka telah sama seperti orang setempat, tidak rencana ikut campur urusan pribadi orang2 lain.,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,